Minggu, 31 Oktober 2010

Ada Apa Di Balik Musibah?

Musibah dan bencana merupakan bagian dari takdir Allah Yang Maha Bijaksana. Allah ta’ala berfirman (yang artinya),“Tidaklah menimpa suatu musibah kecuali dengan izin Allah. Barang siapa yang beriman kepada Allah maka Allah akan berikan petunjuk ke dalam hatinya.” (QS. at-Taghabun: 11).

Abu Dhabyan berkata: Dahulu kami duduk-duduk bersama Alqomah, ketika dia membaca ayat ini ‘Barang siapa yang beriman kepada Allah maka Allah akan menunjuki hatinya’ dan beliau ditanya tentang maknanya. Beliau menjawab, “Orang -yang dimaksud dalam ayat ini- adalah seseorang yang tertimpa musibah dan mengetahui bahwasanya musibah itu berasal dari sisi Allah maka dia pun merasa ridha dan pasrah kepada-Nya.”. Sa’id bin Jubair dan Muqatil bin Hayyan menafsirkan, “Yaitu -Allah akan menunjuki hatinya- sehingga mampu mengucapkan istirja’ yaitu Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un.” (lihat Tafsir al-Qur’an al-’Azhim [4/391])

Hikmah Di Balik Derita

Tidaklah kita ragu barang sedikitpun bahwa Allah adalah Dzat Yang Maha Bijaksana, tidak sedikit pun Allah menganiaya hamba-Nya. Allah ta’ala berfirman (yang artinya),“Benar-benar Kami akan menguji kalian dengan sedikit rasa takut, kelaparan, serta kekurangan harta, lenyapnya nyawa, dan sedikitnya buah-buahan. Dan berikanlah kabar gembira bagi orang-orang yang sabar. Yaitu orang-orang yang apabila tertimpa musibah mereka mengatakan, ‘Sesungguhnya kami ini adalah milik Allah, dan kami juga akan kembali kepada-Nya’. Mereka itulah orang-orang yang mendapatkan pujian dari Rabb mereka dan curahan rahmat. Dan mereka itulah orang-orang yang diberikan petunjuk.” (QS. al-Baqarah: 155-157)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apabila Allah menghendaki kebaikan pada diri seorang hamba maka Allah akan menyegerakan hukuman baginya di dunia. Dan apabila Allah menghendaki keburukan bagi hamba-Nya maka Allah akan menunda hukuman atas dosanya itu sampai pada hari kiamat nanti hukuman itu baru akan ditunaikan.” (HR. Tirmidzi, disahihkan al-Albani dalam Shahih al-Jami’ [308]).

Hadits di atas menunjukkan kepada kita bahwa cobaan/musibah yang menimpa orang-orang yang beriman merupakan salah satu tanda kebaikan baginya selama hal itu tidak menyebabkan dia meninggalkan kewajiban atau terjatuh dalam keharaman. Di sisi lain, semestinya seseorang merasa khawatir atas kenikmatan dan kesehatan yang selama ini senantiasa dia rasakan. Sebab boleh jadi itu adalah istidraj/bentuk penundaan hukuman baginya, sementara dia tahu betapa banyak maksiat yang telah dilakukannya, wal ‘iyadzu billah. Hadits ini juga menunjukkan wajibnya berprasangka baik kepada Allah atas segala musibah yang menimpa. Perlu diingat pula bahwa pemberian Allah kepada seseorang tidak selalu menjadi bukti bahwa Allah meridhainya. Contohnya, orang yang setiap kali hendak minum khamr (minuman keras, narkotika dsb) kemudian dia selalu mendapatkan kemudahan untuk mendapatkannya. Hal itu bukanlah bukti bahwa Allah meridhai hal itu untuknya (disarikan dari al-Jadid fi Syarhi Kitab at-Tauhid, hal. 275 dengan sedikit perubahan dan penambahan)

Meskipun demikian, seseorang tidak boleh berdoa kepada Allah agar hukumannya disegerakan di dunia. Dikisahkan bahwa dahulu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengunjungi seorang yang sakit di antara para sahabatnya yang kondisinya sangat lemah. Nabi bertanya kepadanya, “Apakah engkau meminta atau berdoa sesuatu kepada Allah sebelum ini?”. Maka lelaki itu menjawab, “Ya, dahulu saya pernah berdoa; Ya Allah, hukuman yang akan Kamu berikan kepadaku di akhirat maka segerakanlah bagiku di dunia.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun mengatakan, “Subhanallah! Kamu pasti tidak akan sanggup menanggungnya, tidakkah sebaiknya kamu berdoa; Allahumma aatinaa fid dunya hasanah wa fil aakhirati hasanah wa qinaa ‘adzaaban naar (Ya Allah, berikanlah kebaikan kepada kami di dunia dan kebaikan di akhirat, dan jagalah kami dari neraka).” Maka lelaki itu pun berdoa dengannya dan disembuhkan oleh Allah (HR. Muslim).

Jangan Salah Sangka!

Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Adapun manusia, apabila Rabbnya menimpakan ujian kepadanya dengan memuliakan dan mencurahkan nikmat kepadanya maka dia mengatakan, ‘Rabbku telah memuliakanku’. Dan apabila Dia mengujinya dengan membatasi rezkinya niscaya dia akan mengatakan, ‘Rabbku telah menghinakanku’. Sekali-kali bukan demikian…” (QS. al-Fajr : 15-17).

Maknanya adalah: Tidaklah setiap orang yang Allah berikan kemuliaan dan kenikmatan dunia kepadanya maka itu berarti Allah mengaruniakan nikmat yang hakiki kepadanya. Karena sesungguhnya hal itu merupakan cobaan dan ujian dari Allah baginya. Dan tidaklah setiap orang yang Allah batasi rezkinya -sehingga Allah jadikan rezkinya sebatas apa yang diperlukannya saja tanpa ada kelebihan- maka itu artinya Allah sedang menghinakan dirinya. Namun, sesungguhnya Allah sedang menguji hamba-Nya dengan nikmat-nikmat sebagaimana halnya Allah ingin mengujinya dengan musibah (lihat Ijtima’ al-Juyusy al-Islamiyah, hal. 8. Islamspirit.com).

Adakah di antara kita yang mau mengambil pelajaran?
By: Bidang IPTEK PC IMM Klaten

Kamis, 12 Agustus 2010

Kekuatan Rayap – Hikmah Ramadhan

Anda tahu rayap? Rayap adalah binatang kecil yang biasa memakan kayu. Rayap dikenal sebagai hama yang bisa merusak rumah kita, setidaknya bahan rumah kita yang terbuat dari kayu. Kekuatan rayap sungguh luar biasa, sebuah bangunan besar bisa hancur oleh binatang kecil ini. Namun bukan hanya ini saja kekuatannya. Selain memiliki kekuatan merusak, rayap pun memiliki kekuatan membangun.
Rayap memiliki kekuatan membangun sarangnya lengkap dengan sistem Air Conditioning-nya plus tata ruang yang apik dengan ketinggian sampai 9 meter. Ini adalah suatu pencapaian luar biasa sebab tubuh rayap sendiri hanya memiliki tinggi sekitar 3 mm saja. Artinya rayap mampu membangun tempat tinggalnya sampai 3.000 kali tinggi badannya.

Sementara manusia, dengan berbagai peralatan dan bahan-bahan yang canggih, sampai sekarang belum mampu membangun bangunan dengan ketinggian sampai 1.000 kali tinggi badannya. Sampai saat ini bangunan tertinggi yang sudah dibuat manusia baru sampai ketinggian sekitar 1.000 meter saja.

Bagaimana rayap bisa membangun tempat tinggalnya begitu tinggi? Ada dua hikmah yang bisa kita dapatkan dari rayap:

1.Mereka bekerja sama dalam membangun sarangnya. Tubuh kecil dan lemah bisa diatasi dengan cara bekerja sama. Bekerja sama membuat mereka memiliki kekuatan yang dahsyat baik dalam menghancurkan maupun membangun.
2.Mereka bekerja dengan mengikuti insting, yang merupakan fitrah yang diberikan Allah kepada makhluq ini. Mereka tidak punya ilmu arsitektur. Mereka tidak memiliki ilmu dengan pengkondisian udara dan tata ruang. Mereka tidak pernah kuliah cara mengawetkan makanan. Mereka mampu, karena mereka hidup dalam fitrahnya.
Manusia yang seharusnya memiliki kemampuan yang jauh lebih dahsyat bisa kehilangan kemampuan itu karena disebabkan oleh dua hal.

Yang pertama, jika seseorang sudah tidak mau lagi bekerja sama sesama dengan saudaranya. Kesombongan dan keangkuhan mereka menghalangi untuk bekerja sama sehingga hasil yang diperoleh tidak optimal. “Saya bisa, saya hebat, dan saya mampu. Buat apa bekerja sama?” Orang yang berkata seperti ini adalah mereka yang kehilangan banyak potensi keberhasilan dalam hidupnya.

Hikmah kedua, banyak manusia yang sudah jauh dari fitrahnya. Mereka hidup dengan cara sendiri. Cara yang diproduksi oleh akalnya sendiri yang sungguh lemah dan banyak kekurangannya. Padahal kita sudah punya cara hidup yang sesuai dengan fitrah manusia karena cara hidup ini dibuat oleh Pencipta kita. Cara hidup itu adalah Al Quran dan Hadits Nabi saw.